Kepala eksekutif Hyundai, Jose Muñoz, telah mengungkapkan bahwa seorang pejabat Gedung Putih secara pribadi meminta maaf kepada produsen mobil tersebut setelah penggerebekan kontroversial yang dilakukan oleh Penegakan Imigrasi dan Bea Cukai AS (ICE) di pabriknya di Savannah, Georgia. Permintaan maaf tersebut menyusul kritik publik selama berminggu-minggu atas perlakuan terhadap pekerja Korea dan dampak politik dari operasi tersebut.
Serangan ICE dan Dampaknya
Pada bulan Februari, ICE menahan sekitar 475 pekerja di pabrik Hyundai, termasuk 317 warga negara Korea Selatan. Penggerebekan tersebut langsung memicu reaksi balik, terutama karena banyak pekerja diduga ditahan di tempat yang penuh sesak dan tidak sehat, dengan laporan kasur berjamur, kualitas air buruk, dan bahkan pelecehan rasial yang dilakukan oleh penjaga.
Sekitar 200 pekerja yang ditahan kini bersiap untuk menuntut ICE atas perlakuan yang mereka terima selama penahanan selama seminggu. Tindakan yang tiba-tiba ini membuat Hyundai kesulitan menjelaskan situasinya, dan Muñoz berpendapat bahwa informasi yang salah mungkin telah membuat ICE percaya bahwa ada pekerja tidak sah di pabrik tersebut.
Intervensi Politik dan Sinyal yang Bertentangan
Insiden ini semakin diperumit dengan pernyataan yang bertentangan dari para pemimpin politik. Meskipun Presiden Donald Trump awalnya menyatakan penolakannya terhadap penggerebekan tersebut dan bahkan menyarankan agar para pekerja yang ditahan tersebut diizinkan untuk tinggal dan melatih karyawan Amerika, rencana ini tidak pernah dilaksanakan.
Gubernur Georgia juga dilaporkan mengatakan kepada Muñoz bahwa penggerebekan itu bukan urusan negara bagian, yang menunjukkan kurangnya koordinasi atau komunikasi antara otoritas federal dan negara bagian. Permintaan maaf Gedung Putih menunjukkan pengakuan bahwa penggerebekan itu ditangani dengan buruk, dan mungkin tanpa pemberitahuan sebelumnya yang memadai.
Perbedaan Visa dan Tantangan Hukum yang Sedang Berlangsung
Jumlah pekerja yang berada di AS dengan visa yang tidak sesuai masih belum jelas. Beberapa dari mereka memiliki visa jangka pendek atau visa rekreasi yang tidak mengizinkan pekerjaan, sementara yang lain memiliki izin kerja yang sah. Hyundai mendatangkan banyak pekerja dari Korea Selatan untuk membangun fasilitas baru tersebut, menyoroti kompleksitas pengaturan perburuhan internasional.
Tuntutan hukum yang diajukan oleh para pekerja kemungkinan akan memberikan penjelasan lebih lanjut mengenai kondisi penahanan mereka dan sejauh mana kepatuhan ICE terhadap prosedur hukum. Kasus ini dapat menjadi preseden mengenai bagaimana tindakan penegakan imigrasi di masa depan akan dilakukan, khususnya yang melibatkan pekerja asing di pabrik-pabrik AS.
Insiden ini menggarisbawahi ketegangan antara pembangunan ekonomi dan penegakan imigrasi yang ketat, sehingga menimbulkan pertanyaan tentang bagaimana pemerintah AS menyeimbangkan prioritas-prioritas ini.
